Selasa,10 April 2012
Hari ini kebetulan sekali saya mendapatkan materi presentasi mengenai "Buta Aksara" pada mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, yang dibawakan oleh beberapa teman sekelas saya. Kelompok penyaji tersebut menampilkan contoh "berkembang biaknya" buta aksara ini di wilayah Cibuyutan, daerah paling timur Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Cianjur. Mereka menampilkan foto-foto dan video keadaan di Cibuyutan yang sangat menyentuh hati. Sekolah yang sangat mirip dengan gubuk ataupun (maaf) kandang kambing, memiliki 2 kelas yang tidak disekat oleh pembatas, dan fasilitas 'sangat' seadanya. Sungguh terengguh hati ini.
Hari ini kebetulan sekali saya mendapatkan materi presentasi mengenai "Buta Aksara" pada mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, yang dibawakan oleh beberapa teman sekelas saya. Kelompok penyaji tersebut menampilkan contoh "berkembang biaknya" buta aksara ini di wilayah Cibuyutan, daerah paling timur Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Cianjur. Mereka menampilkan foto-foto dan video keadaan di Cibuyutan yang sangat menyentuh hati. Sekolah yang sangat mirip dengan gubuk ataupun (maaf) kandang kambing, memiliki 2 kelas yang tidak disekat oleh pembatas, dan fasilitas 'sangat' seadanya. Sungguh terengguh hati ini.
Saya pun penasaran, lalu bagaimana dengan kondisi disekitar kita? Di kota Metropolitan ini?
Seperti biasa, setiap hari Selasa diadakan pengajian di Pedongkelan. Pengajian ini cukup istimewa karena dianggotai oleh orang-orang yang memiliki amanah untuk mendidik anak-anak mereka (baca: para ibu-ibu). Mulai dari ibu muda sampai nenek-nenek pun ada. Mulai dari Iqro 1 sampai yang telah hatam Qur'an pun juga ada. Lengkap isinya.
Saat mengajar, saya mencoba mengetes kemampuan membaca huruf Indonesia ibu yang sedang saya ajarkan Iqra'. Ibu tersebut sungguh pintar membaca Iqra' dan menghafal semua huruf hijaiyah. Lalu bagaimana dengan kemampuannya pada bahasa Indonesia???
Benar dugaan saya. Ibu tersebut sangat tersendat-sendat dalam membaca, bahkan tidak selesai membaca satu kata pun. Di Pedongkelan, di lingkungan yang cukup elit, terdapat desa yang dapat digolongkan sebagai kampung tertinggal. Di Pedongkelan, saat tampak bangunan menjulang tinggi, dibaliknya terdapat para warga yang bermata pencaharian mulai dari pemulung dan pengasong. Status sosial memang sangat tidak penting. Semua dimata Allah sama, yang berbeda hanyalah amal perbuatannya dan keikhlasannya dalam bekerja. Namun, yang perlu ditekankan disini yaitu seperti yang kita ketahui UNJ adalah kampus pendidikan, banyak calon gurunya, mahasiswanya pintar-pintar, dan 15 menit berkendara ke Pedongkelan, mengapa masih ada yang mengidap Buta Aksara???
(Kondisi Pedongkelan)
(Kampung tertinggal dibalik gedung mewah bertingkat)
Terima kasih telah memperhatikan kami ......
ReplyDeleteInsya Allah pak Rahman... Semoga teman-teman comdev dapat terus bekerjasama agar Pedongkelan dapat maju...
Delete