1. Pernyataan tentang do’a berbuka puasa
yaitu Allahumma lakasumtu wabika amantu
wa ala rizkika aftortu birahmatika ya arhamarrahimiin, merupakan hadits
dha’if atau palsu. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2358,
Baihaqi 4/239, dan lainnya. Derajatnya yaitu hadits Dha’if atau lemah. Hal ini
dikarenakan Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang Tabi’in bukan seorang sahabat,
maka sanadnya terputus. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar
Rabbaniyyah (4/341): “Hadits ini gharib dan sanadnya lemah sekali”. (Dibantu oleh
www.tabayyun.wordpress.com)
2. Do’a
berbuka puasa yang diamalkan Rasul, yaitu: “Dzahabaz
zhamaa’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya alloh”. Artinya “Telah
hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala, Insya
Allah.(HR. Abu Dawud, 2/306 no. 2357, An Nasai dalam As Sunan Al Kubra, 2/255,
Ad Daruquthni, 2/185, Al Baihaqi 4/239, dari hadits Ibnu Umar). Bukan berarti
doa yang dhaif tadi tidak boleh dipergunakan, tetapi masih boleh selama itu
tidak bertentangan dengan syariat. Namun, alangkah baiknya kalau do’a yang kita
amalkan adalah do’a yang diamalkan oleh Rasul, dengan demikian pahala kita pun
berlipat. Jadi, segera hapalkan ya do’a yang shahih, karena Ramadhan sebentar
lagi tiba. (Dibantu oleh www.adityaperdana.web.id)
3. Niat
ketika sahur “nawaitu shauma gadin ‘an
‘ada i fardlu syahri ramadhana hadzihis sanati lillahi ta’ala”, yang
artinya “Aku berpuasa esok hari untuk menunaikan kefardluan Ramadhan karena
Allah Ta’ala, bukanlah pernyataan khusus yang diamalkan Rasulullah. Tetapi,
para pengikut madzhab syafi’i ketika berniat lazim melafazhkannya dengan lisan,
baik dengan bahasa Arab maupun bahasa local yang mudah dipahami. Kamu yang
berniat dengan menggunakan hati saja sudah cukup. Pengucapan niat secara lisan
tidak wajib, tapi jika ditujukan untuk memudahkan alam berniat maka itu boleh.
(Dibantu oleh www.kommabogor.wordpress.com)
4. Pernyataan tentang di bulan ramadhan terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu 10 hari pertama, 10 hari kedua, dan 10 hari ketiga
merupakan hadits palsu. Yang
benar yaitu khusus diantara malam ganjil pada 10 hari terakhir ramadhan ada
lailatul qadar.
5. Pernyataan
tentang tidurnya seseorang di bulan puasa = ibadah, merupakan hadits palsu.
Rasulullah justru menganjurkan umatnya pada bulan Ramadhan untuk memperbanyak
ibadah, bukannya bermalas-malasan.
6. Pernyataan
tentang barang siapa meninggalkan 1 hari di bulan puasa maka tidak akan bisa mengganti
puasanya meskipun terus-menerus, merupakan hadits palsu. Yang benar
adalah, kalau meninggalkan puasa secara sengaja di akhirat nanti akan digantung
dan ditusuk-tusuk pipi dan tenggorokannya.
7. Pernyataan
tentang meskipun sakit, jangan meninggalkan puasa, merupakan hadits palsu.
Yang benar adalah apabila kondisi fisik tidak mampu karena sakit maka
jangan puasa.
0 Comments:
Post a Comment