20 Jul 2012

Nyok kite jalan-jalan ke Jogja :D

Saya orang betawi, saya bangga tinggal di Jakarta. Tapi sebagai warga Indonesia, perlu juga menjelajahi nusantara untuk mengenal kekayaan alam, keunikan wilayah dan berbagai kekhasan beragam provinsi di Indonesia. Seperti yang kita tahu, Yogyakarta atau akrab dipanggil Jogja merupakan kota wisata yang cukup terkenal hingga ke mancanegara. That's why i chose this place :) and i proud to recommend u to visit this town :) Harus saya akui, kalau ini adalah kedua kalinya saya ke Jogja, yang pertama bareng SMP, dan yang kedua ini bareng keluarga. Jadi, silahkan menyimak perjalanan saya dan nikmatilah pula gambar-gambar yang saya ambil saat berwisata.


Oke langsung aja, seminggu yang lalu saya sekeluarga pergi ke Secang Semarang naik mobil dengan dipandu oleh aplikasi navigasi di Android. Pas berangkat, kami lewat jalan Pantura. Cukup mahal ongkos yang perlu kita keluarkan, seperti biaya bensin, supir (meskipun dipakai pas berangkat doang), biaya tol, dan biaya konsumsi dan akomodasi lainnya. Kegiatan ini tumben-tumbennya kita lakukan sekeluarga karena amat jarang sekali bahkan nyaris tidak pernah jalan-jalan sekeluarga ke tempat yang jauh. Ini juga alasan mengapa aba (ayah) saya merelakan tabungan dan waktunya untuk menemani istri dan anak-anaknya berwisata. Kita berangkat hari Jumat malam, pukul 20.00. Perjalanan ini sangat lama (bagi saya), tapi kami menikmatinya. Setelah berkali-kali tidur bangun tidur bangun, tidur karena ngantuk dan bangun karena gelisah takut ada apa-apa diperjalanan, akhirnya pada saat azan Subuh tiba, kami tiba di Tegal. Pas sekali karena kami sampai di SPBU MURI Tegal. Setelah sholat Subuh, sarapan, dan istirahat sejenak, kami pun melanjutkan perjalanan. Dan masih di Tegal, alhamdulillah saya melihat matahari terbit yang sangat indah. Ini pertama kalinya saya melihat matahari terbit seindah ini.

Sembari meneruskan perjalanan, kami melalui jalur yang diapit oleh kebun pohon jati. Lagi-lagi, saya harus mengatakan kalau ini pertama kalinya melihat kayu jati sedekat ini (norak dikit gapapa...). Pemandangannya indah sekali... Subhanallah...

Lalu saya melewati sungai dan sawah yang luas...

So Wonderful!!!Hingga saat 30an KM lagi mencapai Secang, kami dihadapkan pada jalan yang berkelok dan menanjak pegunungan.

Sungguh menakjubkan perjalanan ini. Akhirnya, pada pukul 1 siang kami sampai juga dirumah bibi (adik dari mama) yang berlokasi di Secang. Melelahkan dan menyenangkan, dua kata yang ada di benak saya mengenai kesan selama perjalanan. Kami pun beristirahat dan memutuskan untuk tidak pergi keluar selama hari sabtu hingga kesehatan dan kesegaran kami pulih.

Hari  Minggu pagi, keluarga saya dan keluarga bibi berjalan-jalan keuar, yang diawali dengan makan gudeg bersama di pagi hari. Kami berangkat sekitar pukul 9 pagi. Rumah makan gudeg yang kami kunjungi adalah RM. Gudeg Rukun Tidal yang berlokasi di Magelang. Tempatnya tidak begitu luas, tapi pengunjungnya sangat ramai.

Satu porsi gudeg terdiri dari nasi putih, kerecek (rebusan kulit sapi yang rasanya agak pedas), sayur nangka (entah bagaimana cara memasaknya, tapi rasanya manis dan warnanya agak coklat ke pink-an), lalu ditambah daun singkong (rasanya agak pahit), ayam opor, telur rebus semur (pilihan mau/ tidaknya), ceker (pilihan mau/tidaknya), dan segelas teh manis. Keseluruhan ini dihargai kurang dari Rp25ribu per porsi. Setelah mencicipinya, saya katakan bahwa makanan ini ENAK! Dari berbagai rumah makan gudeg yang pernah saya datangi, gudeg di RM.Rukun Tidal mampu bersaing dengan nasi jamblang di Cirebon. Kalau kata Pak Bondan, Maknyus!

Seusai makan, rencana selanjutnya adalah ke pasar Beringharjo. Kata orang-orang disana barangnya bagus-bagus dan merupakan pusat oleh-oleh di jogja dan juga pasar yang paling terkenal selain Malioboro. Namun, sebelum ke Jogja, kami harus mengantar salah satu sepupu saya untuk daftar ulang di sekolahnya. Di perjalanan, kami bertemu dengan jathilan. Ada yang tau itu apa? Jathilan adalah pengamen yang sangat kreatif. Jathilan biasanya dilakoni oleh satu orang pria yang menggunakan kostum penari ronggeng dan bernari di depan barisan kendaraan lalu lintas saat lampu merah. Unik ya, sayangnya saya melewati jathilan karena berada di arah jalur yang berbeda sehingga tidak dapat menikmati tariannya dan tidak dapat mengambil gambarnya.

Setelah melewati jathilan, saya juga melewati kawasan yang terkena dampak wedhus gembel di Sleman. Maha Besar Allah, sungai-sungai yang biasa mengalir deras airnya, setelah terkena wedhus gembel menjadi kering dan tidak mampu mengaliri air lagi sehingga dimanfaatkan warga menjadi jalanan. Begitupun dengan pohon-pohon menjadi kering. Menurut sepupu saya, saat terjadi wedhus gembel, suasana udara berkabut abu yang disebut hujan abu. Beruntung keluarga bibi saya tinggal di Secang, bukan Magelang karena Magelang memiliki jarak yang dekat dengan Gunung Merapi, sumber terjadinya Wedhus Gembel. "Kalau kamu keluar rumah tanpa memakai penutup kepala, maka rambutmu akan mengeras seperti menggunakan wax", sahutnya. Masya Allah. Penyakitpun menjadi rawan, terutama yang berhubungan dengan penglihatan dan pernapasan. Mendengar kejadian tersebut langsung dari saksinya, yaitu sepupu saya, membuat saya merinding dan semakin bersyukur karena tinggal di Jakarta. Pencerdasan sedikit, wedhus gembel terjadi di gunung Merapi pada 26 Oktober 2010. Sudah hampir 2 tahun yang lalu terjadinya, tapi bekasnya masih dapat kita saksikan. Dibawah ini adalah salah satu gambar sungai yang mengering akibat wedhus gembel. "Kali ning sleman isinne pasir kabeh"

Oke, setelah kami sampai di Jogja, kami langsung ke Pasar Beringharjo. Hmm... Time for shopping, nih! jauh-jauh kemari, kami memutuskan untuk belanja batik. Karena kami kesana hari Minggu dan saat libur sekolah pula, pasar Beringharjo menjadi sangat penuh, terutama tempat parkirnya sehingga kami harus parkir cukup jauh dari pasar. Oleh karena itu, kakak, mama, bibi, sepupu saya yang habis disunat, dan sepupu saya yang masih bayi 5 bulan naik becak. Sisanya, termasuk saya pun jalan kaki.

Sampai di Pasar Beringharjo, kami pun langung belanja macam-macam. Baju, seprei, daster, kemeja yang serba batik. Tujuan kami kesana memang untuk berburu batik, mengingat batik di Jakarta amatlah jarang. Dan sekalipun ada, harganya menjulang tinggi. Jangan salah... ternyata di Pasar Beringharjo harga batiknya juga mahal loh, bahkan harganya sama seperti Jakarta. Ya, mahal bagi yang kurang cekatan dalam menawar harga. Untungnya saat kami ke Pasar Beringharjo bareng dengan tante (adik mama) yang ahli berbahasa Jawa sehingga kami pun mendapatkan harga yang miring ;). Ini juga tips buat kamu-kamu yang mau ke Jogja, be carefully :p

Dari Pasar Beringharjo, kami pun ke pabrik Bakpia Pathok 25. Dari seluruh penjual bakpia yang ada di Jogja, bakpia Pathok 25 adalah pabrik TERLAMA dan satu-satunya usaha bakpia yang memperbolehkan pelanggannya berkunjung ke dalam pabrik. Inilah alasan mengapa bakpia pathok 25 super laris. Usaha ini juga menyediakan berbagai macam rasa bakpia pathok, seperti rasa asli (kacang ijo), keju, coklat, dan lain-lain. Jajanan yang dijual pun bermacam-macam, tidak hanya bakpia saja. 

 Oiya, karena perjalanan dari pasar Beringharjo ke pabrik Bakpia Pathok 25 cukup dekat dan ditambah lagi dengan padatnya jalanan oleh para wisatawan, maka kami memutuskan untuk ke pabrik tersebut dengan naik delman. Ya.... terlebih saya sudah tidak pernah lagi menaikinya sedari SD. Karena bagi saya naik delman adalah pengalaman langka (biar aja norak, ini kan tulisan saya ^o^), maka saya pun menyempatkan diri berfoto bersama kuda delman, yang sejujurnya, kudanya bauuuu....

Saat perjalanan pulang dari pabrik bakpia, saya menemukan dinding yang bertuliskan cukup unik, yaitu "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso". Ingat artinya apa??
Kalimat tersebut biasa dibarengi dengan "Tut Wuri Handayani", suatu slogan bagi pendidikan di Indonesia.
Arti dari ketiga kalimat tersebut adalah "di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan". Bagi saya tulisan ini merupakan suatu motivasi yang tinggi, mengingat saya adalah calon guru :). Entah hal apa yang melatari seniman yang menggambar kalimat tersebut, ataukah itu merupakan kalimat motivasi untuk pemimpin Yogya atau apa... tapi yang jelas saya ingin berterima kasih kepadanya, karena bagi saya tulisan ini "harapan gue banget".

"Tadi pagi udah makan gudeg, enaknya malem ini makan apa ya???", begitulah pikiran yang terlintas saat hari mulai menjelang malam. Karena 'takut' memiliki gangguan pada perut, akhirnya kami pun memutuskan untuk makan makanan yang biasa kami makan, makanan rumahan. Tapi tak lupa, kami pun mampir juga ke restauran gudeg untuk membeli paket gudeg kering agar bisa dimakan saat keesokan harinya. Gudeg yang kami beli adalah Gudeg Mbarek Bu Hj. Ahmad di Yogyakarta. Setelah hari itu lelah berkeliling, ditambah hari pun mulai larut, dan ditambah pula perjalanan dari Yogyakarta ke Secang cukup lama, lebih dari 2 jam, maka kami memutuskan pulang ke rumah tante.

Keesokan harinya, tibalah hari dimana kami sekeluarga harus pulang ke Jakarta. Dan sebelum pulang, kami pun memutuskan untuk ke Candi Borobudur terlebih dulu. Ya, salah satu warisan budaya paling terkenal di Indonesia. Ada lagi nih, tips untuk kamu-kamu yang mau ke candi borobudur. Usahakan bawa payung atau topi sendiri dan jangan mudah tergoda untuk beli, beli, dan membeli barang-barang yang dijual disana. Sikap konsumtif harus ditahan, mengingat barang-barang disana lucu dan unik-unik. Tapi, harganya.... hemm yaaa namanya juga lokasi wisata yah. Bawa juga bekal sendiri agar terjamin kebersihannya serta menghemat kantong. Dan hal yang tak boleh dilupakan adalah membawa kamera, terutama bagi kamu yang berasal dari luar kota, bahkan luar negeri yang akan amat jarang untuk balik kesana lagi. Abadikanlah momentmu itu :)

Tiket masuk candi borobudur saat kami kesana adalah Rp30.000 per orang. Mahal juga ya... :p. Saat membeli tiket, kamu akan langsung mendapatkan botol mineral berlabel candi borobudur per orang. Dan bila kamu lupa bawa payung, kamu dapat menyewa payung dengan harga Rp5000 (bila menyewanya di luar gerbang tiket masuk) atau Rp2000 (bila menyewa setelah masuk gerbang masuk). Disana amatlah ramai, karena kami kesana saat hari libur sekolah. Disana, masih terdapat sisa-sisa wedhus gembel yang sempat menyelimuti candi beberapa tahun silam. Subhanallah... sungguh luar biasa keindahan borobudur, tanpa semen, tapi bisa membangun bangunan yang sangat tinggi dan luas. Luar biasa!

Ya... sekian cerita perjalanan saya ke Jogja, sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan ^_^

0 Comments:

Post a Comment